“Kamu happy banget..?”
“Iya dong.. hidup kan kayak begini harusnya..”
jawabku sambil terus menikmati pemandangan cantik yang terhampar di bukit ini. Hijau
dan beberapa bunga yang berwarna-warni menghiasinya.
Dia masih memandangiku dengan raut wajah yang
penuh tanya. Aneh. Mungkin itu salah satu kata yang mewakili isi pikirannya. Lama
dia dalam kebingungannya sampai aku dengan sengaja menendang kakinya.
“Auw.. gak usah pake nendang juga kalii..”
“Abisnya, kalo gak gitu, lama-lama tuh bola mota
keluar…” dia masih memegangi kakinya yang sakit.
“Emang haram ya ngeliatin kamu?”
“Kalo liatnya pake hati sih enggak,,” aku
mencoba menggodanya lagi. “Tapi kalo pake pikiran jorok baru haram..”
Jawabanku memang selalu membuatnya jadi diam
terpaku. Dia mungkin sedang mencari kalimat yang tepat untuk melanjutkan
percakapan kami. Kebiasaannya tak pernah berubah. Kehilangan kata-kata. Dan selalu
aku yang akan memulai lagi semuanya.
“Di, inilah aku tanpamu.. aku bisa bahagia, aku
bisa melanjutkan hidupku dengan baik. Kali ini kupegang kedua tangannya. “Kita memang
udah gak bersama lagi, tapi kita tetap dekat..”
Kulihat matanya tak henti memancarkan tanya yang
tak terjawab.
“Benarkah semua ini yang terbaik untuk kita,
May?” Tanya Adi.
“Iya, aku yakin ini yang terbaik untuk kita..” Jawabku.
Kali ini ada semacam keperihan ketika aku menyebutkan ‘kita’. Tapi aku mencoba
untuk melawan perih itu.
Saat tangan kita berpegangan ada sesuatu yang
mengganjal disana. Saat kulihat kembali tangannya yang hangat. Sadar akan hal
itu kulepas tangan Adi. Kuharap Adi paham kenapa aku melepaskan genggamannya. Bukan
karena aku takut. Tapi karena aku memang takut akan membuatnya kecewa.
“Adi, kamu harus bahagia. Kamu harus melanjutkan
mimpimu tanpaku. Kamu harus merelakan semua ini..”
Adi sepertinya mulai sadar dengan keadaan yang
sebenarnya. Dia perlahan bangkit dari posisi dudukny dan berusaha untuk
memelukku. Tapi itu tak akan pernah mungkin lagi terjadi. Aku dan Adi hidup di
tempat yang berbeda.
“Maya, jangan pergi dulu.. ada satu kalimat yang
ingin aku beritahukan padamu sejak dulu..”
Aku pun mendekat padanya. Aku lihat ketulusan
dimatanya. Aku bisa merasakan usahanya untuk berubah.
“Terima kasih atas cinta dan kesetiannmu,
menungguku untuk merelakan kepergianmu. Aku janji akan bahagia. Untukmu dan
untukku. “
Aku pun membalasnya dengan senyumanku. Senyuman damai
yang aku nantikan sejak 3 tahun yang lalu. Aku akan pergi menghadap-Nya. Mungkin
bersama-Nya di surga atau bahkan neraka-Nya. Entahlah, yang pasti aku bahagia. Bahagia
untuk Adi.
Terima kasih Adi.
Fin.
Bandung, Jumat siang.. 1.52 pm
#15hariNgeblogFF
Dengan senang hati menerima komentar anda.. :)
mentang" jumat bahas y serem nih. =_= hihihihihi..
BalasHapusembeeeerrrrrr....
BalasHapushihihihihi...
:)