PRESENT..
Sore yang indah ini biasa kami lewatkan berdua
di sebuah cafe yang cozy. Aku dan pacarku memang suka sekali senja dan kegiatan
nongkrong. Pertemuan pertama kali juga terjadi disana.
“Mau pesen apa mbak?” Tanya salah satu pelayan café
itu.
“Kopi Tubruk.” Jawabku singkat.
Kulihat sekilas ekspresi wajah pelayan itu. Dia Nampak
kurang puas dengan jawabanku. Heran. Dia pasti berpikir aku ini seperti orang kampung
yang kurang gaul. Baru pertama kali mas liat cewek kece pesen kopi tubruk?! Heu..
Aku tetap memandang senja yang sulit dilewatkan.
Pacarku justru sebaliknya, lebih menyukai memandangku yang sedang menikmati
senja ketimbang melihat senjanya secara langsung. Ya aku terlalu pede mungkin.
“Pesanannya mbak. Silahkan..” pelayan yang tadi
datang membawa pesananku. Kucicipi kopi tubruk itu. Yang terjadi kemudian
adalah aku kaget sekaligus tak percaya. Bagaimana ini bisa terjadi?
Kopinya enak.
Tak sadar aku hampir meneguk habis kopi tersebut.
“Hehehehe… akhirnya aku menemukannya, Har..”
hari itu menjadi hari yang paling bahagia dalam pencarian kopi yang pas.
***
PAST..
“Mas, aku pengen tahu dong siapa yang buat kopi
tubruk ini?” Tanyaku siang itu pada pelayan di café favoritku.
“Kebetulan hari ini dia gak masuk mbak..” jawabnya
tetap tengil.
“Oh..gitu..”
“Tapi dia nitipin surat buat mbak..” celutuknya
sambil berlalu pergi untuk mengambil surat.
Surat? Untukku? Memang dia tahu
tentangku? Apa dia mengenalku?
“Ini mbak Mira.”
“Makasih ya..” Kuterima sepucuk surat amplop
putih yang sederhana. Ada rasa yang berbeda ketika aku mulai membuka surat itu.
Surat itu memang biasa tapi kenapa hatiku cenat cenut, seperti lagu salah satu
boyband Indonesia.
Dear Mira,
Aku tak tahu
harus mulai dari mana, tapi kuberanikan diri untuk menulis surat untuk
penggemar kopi tubrukku.
Sebenarnya,
ketika kamu memesan secangkir kopi tubruk. Perempuan semanis kamu kupikir akan
menyukai vanilla atau mocha latte. Awalnya kubuat dengan setengah hati, karena
memang aku tidak terlalu suka dengan kopi tubruk.
Saat ku tahu
bahwa kau sadar akan rasa tidak enak dalam kopimu, aku kaget. Kukira kamu nggak
akan tahu tentang ramuan kopi tubruk. Karena aku pun kurang tahu akan hal itu. Tanpa
sadar aku mulai belajar tentang kopi tubruk itu demi kamu.
Aku sering
mendengar alasanmu tentang kopi tubruk. Kamu bilang kopi tubruk itu kayak
cinta. Kalo kamu buru-buru, kamu akan dapat wangi kopi yang beresiko kena pahit
diakhir. Tapi kita harus nunggu dengan sabar, biar dapet wangi, hangat, dan
manis ending-nya. Sama kayak cinta kan?
Setelah kupikir-pikir
benar juga apa katamu. Dari hari itu aku mulai terus meramu formula yang pas,
itu semua demi kamu. Entah kenapa aku melakukan itu. Ada rasa yang berbeda
untukmu.
Aku mulai
menyukai kopi tubruk dan kamu.
-H-
***
TWO WEEKS AGO..
“Mau pesen apa mbak, mas?”
“Kopi Tubruk.” Jawabku singkat.
“Make two, please.”
Pelayan itu menulis pesanan kita dan berlalu
pergi ke dapur untuk melaporkan pesanan. Aku kaget mendengar dia memesan kopi
yang sama denganku.
“Tumben. Biasanya Cappuccino, Har..??”
Dia hanya tersenyum dan terus memandangiku.
Fin.
Bandung, Minggu malam.. 9.02 pm
Jujur, belum pernah nyobain Kopi Tubruk.. tapi
karena FF ini saya akan mencobanya..
Kamu juga ya,, cobain, rasakan, dan tulis
komen.. :)