Malam ini tanah basah karena hujan yang aku
minta dari Tuhan terkabul. Hujan selalu bisa membuatku tenang. Air yang menetes
itu memberiku sensasi luar biasa. Menenangkan seperti morfin yang candu bagi
mereka yang sakaw. Tapi aku tak perlu morfin. Hujan dari Tuhan sudah cukup
membuatku candu.
Lama aku berdiri dalam kesunyian malam ini.
Menyelesaikan semua hal yang perlu aku selesaikan. Layar laptop dihadapanku ini
masih kosong. Setiap nuts nya menanti untuk aku sentuh, agar yang lain bisa
membaca pikiranku. Menjadi seorang penulis harian di sebuah Koran ibukota
memang dituntut untuk mengidap insomnia.
“Belum tidur, Ge??” Sahabatku yang satu ini
perhatian sekali.
“Belum. Biasa deadline sialan..” jawabku benci.
“Ya udah gue tidur dulu ya..” Tiara masuk ke
kamarnya. Sudah 2 tahun ini dia menjadi sahabat serumah. Dia model cantik yang
biasa muncul di majalah dan fashion show.
Malam ini berlalu begitu cepat dan aku ingin
kamu. Kamu yang selama ini menemaniku, memberi inspirasi besar dalam hidupku.
Kamu kemana saja hari ini? Bagaimana
keadaanmu? Kuharap kau selalu baik dan bahagia setiap hari. Aku rindu kamu,
Pandu.
***
Pagi ini seperti biasa aku menyerahkan tulisanku
hari ini ke kepala editor. Sedang tidak ingin berbincang dengannya lama-lama.
Mungkin karena wajahnya tidak seceria matahari yang hangat pagi ini. Hari ini
memang aku berniat menuju ke tempat lain. Aku rindu padanya. Aku berharap akan
ada perubahan yang terjadi.
“Selamat pagi,,” dengan senyum terbaikku, kusapa
dia hari ini.
Dia tetap diam, seperti biasa. Mungkin marah
padaku karena lama tak menemuinya.
“Jangan marah, aku datang paling awal kan. Untuk
bilang.. selamat ulang tahun, Pandu.” Kucium keningnya supaya dia tak marah
lagi padaku. Tapi sekali lagi dia masih diam, dan kali ini aku yang marah.
“Aku benci kamu hari ini,,” tangisku perlahan
turun bersama amarahku.
“Aku benci karena kamu masih diam saja, sampai
kapan kamu mau menghukumku? Belum cukupkah 3 bulan yang lalu kamu bikin aku hampir
gila.,” Perlahan kuhapus bulir air mata yang turun deras di pipiku.
“Oke, mungkin hari ini aku sudah gila. Aku
gila,, mengira kamu bakal bangun lalu memelukku dan bilang ‘aku kangen kamu,
Gemintang’..”
Dan semuanya akan tetap sama seperti hari ini.
Aku tak akan pernah bisa membuatnya sadar lagi. Aku sadar peristiwa setahun
yang lalu telah mengubah hidupku dan hidupnya. Ketika maut sedang ingin bermain
dengan kita. Entahlah, apa aku masih bisa mencintainya seperti dulu lagi. Mencintaimu
yang penuh ambisi dan realita.
Kutinggalkan Pandu yang masih berbaring lemah
dikamarnya dengan alat bantu pernafasan yang terpasang diwajahnya. Detak itu
masih ada tapi jiwa itu entah kemana hari ini. Mungkin berpesta dengan
kawannya. Orang bilang dia mati suri,
dokter bilang dia koma.
“Bye,, Pandu. See you in my dream..”
Fin.
Bandung, Kamis malam 7.24 pm
#15HariNgeblogFF
enjoy reading... :)
biasa ceritanya!!
BalasHapusMaksudnya seperi biasa, asik dibaca. \(^O^)/
hahahahaha..
ternyata kita satu hati din:) sukaaa...
BalasHapuslagi bermasalh dengan penyakit nini..
BalasHapusnyeri cangkeng,,
jd idenya lawas...
sederhana..
heheheheheh... :)